05/02/18

Antara Aku, Amarah, dan si bapak bermobil bagus

Hidup tenang dan bahagia adalah impian setiap manusia di belahan dunia manapun. Sayangnya, Kehidupan tak selalu berjalan mulus, selalu ada saja hal hal yang membuat jalan hidup kita sedikit bergelombang. Mulai dari hal remeh temeh seperti ulah anak anak yang cukup membuat hari kita jadi ‘berbeda’ sampai beberapa masalah besar lainnya.

Banyak cara yang bisa kita tempuh untuk dapat menuju kearah ‘hidup tenang dan bahagia’, Salah satunya adalah dengan mengelola emosi kita dan mengalihkannya ke arah yang lebih positif tentunya. Tanpa amarah hidup kita Insya Allah akan terasa lebih indah.

Seperti ku misalnya, Kata teman teman terdekatku, Aku ini adalah tipikal orang yang super duper sabar dan hampir tidak pernah marah (#ehem...). Padahal, kenyataannya tidak begitu teman... Aku sama seperti kalian semua yang bisa saja dikuasai oleh amarah, aku kan juga manusia biasa yang juga dikaruniai emosi oleh sang Pencipta ku. Tapi alhamdulillah aku sudah bisa sedikit mengelola emosi ku dan mengarahkannya ke hal hal yang positif.




Bicara soal amarah, Aku pernah juga loh benar benar marah hingga aku hampir tidak bisa menguasai diri, tepatnya ketika Gerobak yang kami gunakan sebagai tumpuan nafkah keluarga untuk KETIGA kalinya ditabrak oleh mobil tetangga yang sedang lewat. Ya... ketiga kalinya.

Aku sempat menahan amarah saat pertama dan kedua kalinya gerobak kami itu ia tabrak tanpa ada permintaan maaf sedikit pun. Dengan angkuhnya, Beliau hanya berhenti sebentar sambil melirik kami melalui kaca spion mobil bagusnya itu. Aku dan suami pun berusaha untuk menahan diri agar tidak kalah dengan amarah. Pantaskah kami marah saat itu...? Menurut para tetangga yang lain, Kami pantas marah... Amat sangat pantas... Tapi pikiran positif berhasil mengendalikan emosiku dan suami sehingga kami tidak larut dalam emosi berlebih.

Sayangnya Sibapak bermobil bagus tersebut seolah tidak menyadari kesalahannya, Entah karena beliau memang tidak bisa menyetir mobil atau karena sedang banyak masalah, untuk ketiga kalinya, beliau kembali menabrak gerobak kami. Dan lagi lagi tidak ada kata maaf sama sekali yang keluar dari mulutnya. Mungkin karena saat itu aku sedang dalam masa nifas karena baru seminggu melahirkan anak ketiga, aku pun tidak dapat menguasai diri.

Sembari menggendong bayi usia 7 hari, aku pun dengan lantang menegor nya. “ Kalau ga bisa nyetir mobil jangan bawa mobil dong pak” begitu kataku. Tapi si bapak bermobil bagus itu sama sekali tidak terima, Beliau mengeluarkan kata kata yang amat tidak pantas keluar dari seorang terhormat berpangkat haji. Aku kembali mencoba menahan diri dengan sesegera masuk kedalam rumah. Takut...? ya... Aku takut tidak bisa menguasai diri...  Aku memilih menghindar dari masalah saat itu...

Saat itu, aku berusaha keras untuk dapat menguasai emosiku, Kalau aku tetap diluar tidak menutup kemungkinan amarah ku akan meluap luap tak terkendali. Di dalam rumah, aku hanya menangis, setidaknya dengan menangis, emosiku agak sedikit tersalurkan, begitu menurutku. Alhamdulillah emosi ku pun terkendali.

Sayangnya, Para tetangga yang menyaksikan semua itu jelas tidak terima. Hampir saja si bapak bermobil bagus tersebut di keroyok oleh orang sekampung karena emosi. Alhamdulillah ada Pak RT yang melerai...
Beliau pun luput dari amukan massa.

Meski Hingga saat ini Beliau, Sibapak bermobil bagus itu tetap tidak mau minta maaf pada kami, tapi hal ini sama sekali tidak ‘mengacaukan’ kehidupan kami sama sekali. Justru orang orang disekitar kami lah yang gemes melihat kesabaran kami... hehehe...

Seperti yang sudah aku utarakan diatas tadi, Sebenarnya kami bukannya tidak marah, kami hanya merubah amarah menjadi hal lebih positif. Menurutku, kalau kita dikuasai oleh amarah maka akan berdampak pada kehidupan kita secara keseluruhan.

Seperti pada kasusku dan si bapak bermobil bagus tadi contohnya, Akibat emosi beliau yang meluap luap ketika aku tegor, Predikat beliau dimata masyarakat sekitar langsung jatuh seketika. Beliau yang tadinya dihormati karena status Haji yang disandangnya itu menjadi orang yang dianggap ‘jahat’ oleh orang sekampung. Dampak terbesarnya adalah rasa malu yang tak terhingga yang ia rasakan sampai akhirnya ia mengambil keputusan untuk pindah rumah. Hihihi... kalau yang ini sih cuma perkiraan ku saja sih, mungkin saja ada segudang alasan lain dibalik kepindahannya tersebut.

Sementara aku, Alhamdulillah karena berhasil menguasai diri dari amarah dan emosi yang meluap luap bisa hidup dengan tenang. Aku sih percaya, Allah akan selalu ada di dekat hambanya yang mampu bersabar dan menahan emosi.

Inti dari menahan amarah sih sebenarnya ada di mindset serta kemauan kita sendiri.Kalau kita tetap mengarahkan mindset kita agar tetap tenang dan berpikiran jernih, Insya Allah urusan menahan amarah mah bisa dibilang urusan sepele. Jadi jangan mau kalah ah sama emosi... Emosi itu sifatnya setan loh... Emangnya mau dibilang satu kaum sama setan...??








This entry was posted in

8 komentar:

  1. Ga mauuuu donk, coz aku manusiaa yang kadang kadang sih kaya setan (kalo lagi marah) hihiii..

    Ahh, buat Bapak Bermobil itu semoga selalu dibukakan hati dan pandangannya yaa.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin mbak... Semoga beliau dibukakan pintu hatinya...

      Hapus
  2. Iya Mbak, kalau larut dalam kebencian, rugi ya. Mending diprioritaskan untuk beraktifitas yang menguntungkan. Semangat Mbak, sukses juga y

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul... Wong orang yang kita benci saja belum tentu mikirin kita ya mbak...

      Hapus
  3. aku sih masih belajar Mba, mengendalikan marah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sama mbak... Sama sama belajar dan saling mengingatkan yuk mbak...

      Hapus
  4. aku kok malah kesel bacanya yaa Mbak, tuh si bapak2 kok kelewatan banget... udah salah, enggak mau ngaku salah... apa susahnya minta maaf sih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hayooo tahan emosinya yuukkk.. :) Banyak kemungkinan mbak... mungkin si bapak merasa benar... mungkin sibapak merasa lebih tua dan mungkin mungkin yang lain...

      Hapus