Berita soal pembangunan TPST di daerah rumahku sempat membuat heboh masyarakat setempat, bahkan berita nya sampai diliput oleh media ternama di Indonesia. Bagaimana tidak? masyarakat sekitar merasa dirugikan jika pembangunan yang digagas oleh pemerintah pusat tersebut sampai terlaksana. Selain katanya dapat mempengaruhi nilai kenaikan investasi lahan yang dimiliki, pembangunan TPST tersebut dianggap akan memberi dampak bagi lingkungan sekitar.
Jujur, aku merupakan salah satu warga yang sempat menentang pembangunan ini. Yup, minim nya informasi terkait apa yang akan dilakukan di TPST tersebut membuatku berprasangka buruk pada pemerintah. Rasa khawatir akan dampaknya bagi daerah tempat tinggal ku menghantui kami sekeluarga. Kami jelas tidak rela dan tidak ikhlas sama sekali jika daerah tempat tinggal kami sampai rusak karena dekat dengan TPST.
Nyatanya, meski di awal perencanaan mendapat pertentangan, pada akhirnya, masyarakat, termasuk kami sekeluarga pun menyetujui pembangunan TPST tersebut. Hal ini karena ada sosialisasi dari pemerintah setempat tentang TPST yang akan dibangun di wilayah kami itu. Dari sosialisasi tersebut dipaparkan kalau ternyata TPST yang dimaksud itu bukan Tempat Pembuangan Sampah terpadu seperti yang ada di bayangan kami, tapi Tempat Pengolahan Sampah Terpadu.
Kata ‘Pengolahan’ itulah yang mengubah pandangan kami semua. Gampangnya, TPST tersebut justru akan menjadi solusi untuk masalah sampah di lingkungan kami. Ah andai sosialisasi ini dilakukan jauh sebelum itu mungkin pertentangan di masyarakat pun tidak akan terjadi.
Menurutku pangkal dari kehebohan ini tak lain adalah karena kurangnya edukasi ke masyarakat saja. Oleh karena itu aku benar-benar mengapresiasi siapapun yang tergerak untuk memberikan pemahaman tentang pengolahan sampah, apalagi jika itu dilakukan sejak usia belia seperti Kak Amilia Agustin, Penerima Apresiasi SATU Indonesia Award 2010.
Sebagai informasi, SATU Indonesia Award merupakan langkah nyata dari Grup Astra untuk ikut berperan aktif dan memberi kontribusi sosial yang berkelanjutan pada masa depan bangsa. Setiap tahunnya, Grup Astra memberi apresiasi pada tokoh perorangan, kelompok maupun desa yang berkontribusi dalam mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan di berbagai bidang.
SATU Indonesia Award ini merupakan salah satu ajang bergengsi yang pastinya memberi kebanggaan tersendiri bagi siapapun yang menerimanya. Dan, Kak Amilia Agustin adalah salah satu dari sekian banyak penerima SATU Indonesia Award ini. Sudah tau kah apa saja yang dilakukan kak Amilia Agustin hingga bisa menerima apresiasi dari SATU Indonesia Award ini? Yuk kita bahas tipis-tipis di sini, siapa tau kalian juga terinspirasi dari beliau.
Amilia Agustin, Penerima Apresiasi SATU Indonesia Award termuda
Yup, sampai saat ini, Kak Amilia Agustin masih tercatat sebagai penerima apresiasi SATU Indonesia Award termuda. Beliau menerima apresiasi ini di tahun 2010, tepatnya ketika masih duduk di bangku kelas XII SMA Negeri 11 Bandung. Ia mendapat apresiasi ini karena berhasil menginspiras banyak orang di sekitarnya untuk mengolah sampah.
Amilia Agustin menebar inspirasi lewat program “Go to Zero Waste School” yang diusung nya. Ia sempat mengajukan proposal tentang program Go to Zero Waste School ini ke Program Young Changemakers dari Ashoka Indonesia. Program Young Changmakers dari Aohoka Indonesia adalah program khusus yang ditujukan untuk membuka peluang bagi muda-mudi usia 12-25 tahun dalam mempraktekan prinsip-prinsip sosial enterpreneurship. Proposal proyek “Go to Zero Waste Indonesia pun disetujui.
Dalam proposal proyek “Go to Zero Waste School” nya, Amilia Agustin membagi proyek pengelolaan sampah nya dalam 4 bidang, yaitu sampah anorganic, organic, tetra pak, dan kertas. Sampah anorganic yang telah dikumpulkan itu akan dikelola kembali menjadi karya bernilai jual, contohnya seperti tas dari sampah plastik, pot bunga dari karet ban bekas dan masih banyak lagi yang lainnya.
Sampah organic yang telah dipisahkan pun diolah kembali menjadi pupuk yang bisa digunakan untuk menyuburkan area taman sekolah serta dijual ke masyarakat sekitar. Hal yang paling menakjubkan menuruku adalah ketika sampah tetra pak diolah kembali menjadi papan, furniture sampai atap bergelombang.
Lewat program ini, Amilia Agustin seolah benar-benar mewujudkan Zero Waste di sekolahnya. Bisa dibilang hampir semua jenis sampah di sekolah nya bisa kembali dimanfaatkan dan dapat memiliki nilai jual kembali. Apa yang dilakukan oleh kak Amilia Agustin ini tidak hanya berdampak pada era saat itu saja, tapi juga sekarang dan mungkin di masa depan kelak.
Yup, jika dari sekarang kita bisa mengolah sampah seperti yang dilakukan oleh kak Amilia Agustin tadi, maka bukan tidak mungkin kelak kita pun bisa menyelamatkan bumi dengan meminimalisir dampak pemanasan global. Semangat untuk terus bersama, berkarya dan berkelanjutan.
0 comments:
Posting Komentar