19/09/23

Amilia Agustin, Si Ratu Sampah Sekolah yang Konsisten Menebar Inspirasi

(Sumber foto : Instagram @agustinamilia)

Belakangan ini sampah menjadi masalah yang ramai diperbincangkan di grup whatsapp perumahanku. Pasalnya, truk sampah yang biasanya datang mengambil sampah per tiga hari sekali itu mulai jarang terlihat. Bahkan, di minggu ini saja truk tersebut belum terlihat sama sekali. Alhasil ya bisa ditebak tumpukan sampah di masing-masing rumah pun mulai menggunung. 


Tak sedikit dari warga perumahan yang mengeluhkan hal ini. Yup, karena sudah membayar iuran sampah, sebagian warga merasa berhak untuk menyampaikan keluh kesah nya tersebut dengan nada marah. Keluhan itu jelas tidak salah tapi juga tidak sepenuhya benar. Alih-alih mengeluhkan truk sampah yang memang sedang dalam kondisi tidak prima itu, bukankah akan lebih baik jika masing-masing warga pun bertanggung jawab dengan sampah nya masing-masing?! 


Tenang, tanggung jawab di sini bukan berarti harus mengangkut sendiri sampah yang dihasilkan itu ke TPA terdekat kok, tapi bagaimana caranya kita bisa mengurangi, memilah dan mengolah sampah tersebut. Jika kita semua bisa lebih bertanggung jawab pada sampah masing-masing, mungkin tumpukan sampah di depan rumah pun bisa jauh berkurang.  


Jujur, aku sendiri pun baru merasa tergerak akan hal ini ketika membaca salah satu profil dari penerima apresiasi SATU Indonesia Award 2010, Amilia Agustin, sang ratu sampah sekolah. 2010 memang sudah berlalu sekian lama, tapi inspirasi dari kisahnya itu lebih dari sekedar pantas untuk terus diangkat agar makin banyak lagi yang terinspirasi.


(Sumber : ebooklet penerima SATU Indonesia Award 2023)


For your information, SATU Indonesia Award bisa dibilang adalah langkah nyata dari Grup Astra untuk terus berperan aktif dan memberi kontribusi sosial yang berkelanjutan pada masa depan bangsa. Di SATU Indonesia Award ini, Grup Astra rutin memberi apresiasi pada tokoh perorangan, kelompok maupun desa yang berkontribusi dalam mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan di berbagai bidang.


Tak tanggung-tanggung, Hadiah yang ditawarkan untuk apresiasi SATU Indonesia Award ini sampai 65 juta rupiah. Juri yang didaulat untuk menilai para peserta pun merupakan mereka yang memang kompeten di bidangnya, seperti Prof. Nila Moeloek, Prof. Emil Salim, Prof. Fasi Jalal, dan masih banyak lagi. Jadi, mereka yang berhasil menerima apresiasi SATU Indonesia Award merupakan orang-orang terpilih yang telah melalui berbagai seleksi.


(Sumber : ebooklet penerima SATU Indonesia Award)

Wajar dong ya kalau aku kagum dengan Amilia Agustin yang menjadi salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Award ini. Julukan ratu sampah yang ia sandang pun terus menemani perjalanannya hingga kini. Untuk kamu yang juga sedang berkutat dengan masalah sampah dan ingin tau kisah selengkapnya, baca tulisan ini sampai selesai ya.



Amilia Agustin, Sang Ratu Sampah Sekolah sekaligus Penerima Apresiasi SATU Indonesia Award termuda.


Kagum dan malu, rasanya dua kata inilah yang paling pas untuk meggambarkan perasaan ku ketika membaca kisah dari Kak Amilia Agustin. Bagaimana tidak? 13 tahun lalu, tepatnya ketika ia masih duduk di bangku kelas XII SMA Negeri 11 Bandung, ia sudah didaulat sebagai salah satu penerima apresiasi SATU Indonesia Award. Apresiasi ini didapat karena ia berhasil menginspirasi sekitarnya untuk mengolah sampah.  


Kebayang nggak sih, di usia nya yang saat itu masih terbilang belia, ia sudah bisa menginspirasi banyak orang bahkan mereka yang memiliki usia berkali lipat dari nya. Ini jelas bukan hal yang mudah, terutama di tengah masyarakat kita yang acapkali menjunjung tinggi senioritas dan memandang remeh pergerakan anak muda. Nah kerennya, Amilia Agustin mampu mendobrak stigma tersebut hingga akhirnya berhasil menerima apresiasi SATU Indonesia Award 2010. 


(Sumber : Ebooklet penerima apresiasi SATU Indonesia Award)


Berawal dari keprihatinannya melihat tumpukan sampah di sekolah, ia pun tergerak untuk membentuk komunitas yang mengelola sampah berbasis sekolah lewat program “Go to Zero Waste School”. Proposal program “Go to Zero Waste School” ini adalah proposal yang ia ajukan  ke Program Young Changemakers dari Ashoka Indonesia. 


For your information, program Young Changemakers dari Ashoka Indonesia itu merupakan program khusus yang ditujukan untuk membuka peluang bagi kaum muda usia 12-25 tahun dalam mempraktekkan prinsip-prinsip sosial entrepreneurship. Harapannya, kelak program ini mampu menciptakan pemimpin di masa datang yang dapat membuat perubahan. Nah,  proposal proyek “Go To Zero Waste School” yang digagas Amilia Agustin tersebut pun akhirnya disetujui. 


Proyek pengelolaan sampah dengan biaya operasional Rp.2,5 juta ini terbagi dalam empat bidang, yaitu sampah anorganic, organic, tetra pak, dan kertas. Untuk sampah anorganik, dikelola menjadi karya bernilai jual seperti tas dari sampah plastik, pot bunga dari karet ban bekas dan lain sebagainya. Sementara itu, untuk sampah organik seperti sampah dapur dan sisa makanan diolah kembali untuk menjadi pupuk tanaman yang juga bernilai jual. 


Tak hanya itu saja, di proyek “Go to Zero Waste” itu, Amilia dan teman-temannya pun mengolah sampah tetrapak menjadi papan, furniture sampai atap bergelombang. Sedangkan, sampah kertas yang banyak dihasilkan di sekolah nya, disulap kembali menjadi buku atau kertas poster. Wow, benar-benar go to zero waste sih ini namanya, bukan tidak mungkin kelak benar-benar jadi zero waste ya. 


(Sumber foto : Instagram @amiliaagustin)

Nah satu hal lagi yang membuatku kagum bukan kepalang dengan sosok Amilia Agustin ini adalah soal konsisten nya. Yup, selama 13 tahun ini pun semangat nya untuk menebar inspirasi tetap membara. Kalau di bangku SMA ia menggagas program “Go to Zero Waste”, di jenjang kuliah nya pun ia tidak tinggal diam. Selama berkuliah di Universitas Udayana, Bali, ia pun membentuk sebuah komunitas bernama “ Udayana Green Community”.


Komunitas tersebut terus berupaya untuk mensosialisasikan tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup untuk kita semua. Di Udayana Green Community pun Amilia Agustin kembali menebar inspirasi untuk mengolah sampah secara terpadu pada masyarakat sekitar. Cerdasnya, sosialisasi tersebut dilakukan dengan pendekatan lokal seperti dengan mengajak masyarakat turut mengamalkan nilai Tri Hita Karana (menghormati Tuhan, manusia, dan alam) dari ajaran agama Hindu yang memang lekat dengan masyarakat Bali. 


Tak puas dengan konsisten menebar inspirasi di jenjang SMA dan kuliah, Amilia Agustin pun kembali membuatku makin berdecak kagum dengan bekerja di bidang Corporate Social Responsibility (CSR) terkait lingkungan dan pemberdayaan masyarakat, suatu bidang yang selama ini memang konsisten ia geluti.



Sumber foto : Instagram @amiliaagustin)


Seperti yang aku katakan di awal tulisan ini, kisah Amilia Agustin benar-benar membuatku kagum sekaligus malu. Ya, malu rasanya jika membandingkan apa yang selama ini aku perbuat dengan semua yang telah ia lakukan. Ketika Amilia Agustin remaja sudah berkutat dengan proses pemilahan sampah di sekitarnya, mungkin aku bahkan masih belum paham arti penting membuang sampah di tempatnya.


Aku yang berusia  jauh lebih tua dari nya justru masih sering bertingkah kekanakan dan cuma bisa mengeluh saat truk sampah telat datang. Padahal, alih-alih mengeluh tentu akan lebih baik jika aku bisa mengambil langkah nyata untuk (paling tidak) bisa mengurangi sampah yang dihasilkan sendiri. Nggak perlu muluk-muluk, jika tiap perumahan di Indonesia, ada 1 saja sosok seperti Amilia Agustin, mungkin Indonesia bisa jauh lebih baik dari sekarang.  


Membaca kisah seorang Amilia Agustin ini membuatku semakin sadar untuk lebih bertanggung jawab pada sampah. Semoga kalian semua yang membaca tulisan ini pun bisa mendapat inspirasi dan insight baru juga ya. Semangat untuk hari ini dan masa depan indonesia yang lebih baik yaa.

 

0 comments:

Posting Komentar