17/06/25

Bahan Pangan Lokal dari Kalimantan, Manfaatkan Secukupnya Tanpa Merusak Alam

 


Sama seperti orang kalimantan yang masih suka mengira kalau Bekasi itu adalah Jakarta, selama ini aku pun menganggap kalau semua hutan di kalimantan itu hanya berisi ladang gambut saja dan kurang bisa dimanfaatkan. Faktanya, selain bisa menghasilkan oksigen untuk kita semua, hutan di Kalimantan juga memiliki banyak hal bermanfaat lain, salah satunya adalah sebagai sumber pangan lokal yang berasal dari hutan.


Jujur, aku pun baru mengetahui soal pangan lokal dari hutan kalimantan ini di acara bersama Eco Blogger Squad beberapa waktu lalu. Sedikit cerita, sebelum nya aku berhasil memenangkan challenge membuat karya dari sampah dan mendapat undangan di acara bertajuk,  Nature’s Artisans: Exploring Eco-Friendly Craft. Tak tanggung-tanggung, acara yang berlangsung offline di Taman Ismail Marzuki ini sampai mendatangkan kakak-kakak dari LTKL (Lingkar temu Kabupaten Lestari), khususnya dari Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.





Buat yang belum tau, LTKL atau Lingkar Temu kabupaten Lestari ini adalah asosiasi kabupaten di Indonesia yang berfungsi sebagai akselerator untuk menciptakan model ekonomi, dan pembangunan berkelanjutan demi mewujudkan kabupaten yang lestari dan mandiri. Saat ini setidaknya ada 9 kabupaten yang tergabung di LTKL, diantaranya ada Aceh Tamiang, Siak, Musi Banyuasin, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu, Sigi, Gorontalo, dan Bone Bolango. 


Kesembilan kabupaten ini sama-sama berkomitmen untuk selalu menerapkan pembangunan berkelanjutan dan berfokus pada ekonomi lestari serta perlindungan lingkungan. Gampangnya sih, kabupaten-kabupaten yang tergabung di LTKL ini sama-sama berupaya sebaik mungkin untuk menjaga ekosistem yang ada di alam, baik itu, hutan, ladang gambut, dan lain sebagainya. 




Sebagai perwakilan dari ke-sembilan kabupaten ini, ada kak Esty Yuniar yang datang langsung dari Kabupaten Sintang dan menceritakan  pada kami bagaimana masyarakat di sana berupaya memanfaatkan dan mengolah pangan lokal yang berasal dari hutan di Kalimantan tanpa merusak ekosistem lingkungan yang ada di sana. 


Ini cukup menarik perhatianku, alih-alih membuka lahan untuk bisa menanam tanaman pangan, masyarakat di sana justru memanfaatkan bahan yang sudah ada di sana. Dari Kak Esty pun aku jadi mengenal lebih jauh berbagai macam pangan lokal yang berasal dari hutan di Kalimantan. 


Bagi orang awam sepertiku nama-nama pangan lokal nya memang cukup terdengar asing di telinga, contohnya ada Sengkubak yang bisa dimanfaatkan sebagai penyedap rasa alami, Liak padi yang seperti Jahe, Bawang dayak, dan Tengkawang. Semua pangan lokal tersebut dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa merusak ekosistem yang sudah ada di alam. Prinsipnya, ambil secukupnya. 


Nah, kabar baiknya, saat ini masyarakat di sana pun telah mengenal berbagai teknologi pangan terbaru yang bisa memaksimalkan pengolahan pangan lokal nya. Kalau sebelumnya bahan-bahan pangan lokal tadi hanya diolah dengan cara tradisional seperti dengan fermentasi, pengeringan, dan pengasapan, saat ini mulai dikembangkan cara pengolahan lain yang lebih terkini. Contoh paling terbaru nya ada produk snack bayi yang dibuat dari Ikan Gabus.


Di acara kemarin, para peserta undangan, termasuk aku pun diajak untuk icip-icip langsung snack bayi yang dibuat dari ikan gabus tersebut. Jujur, kalau di awal aku tidak diberitahu bahan utamanya adalah ikan gabus, aku sama sekali tidak akan menebak nya, karena snack nya sama sekali tidak memiliki rasa amis khas ikan gabus. 



Pengolahanpangan dengan teknologi terkini seperti ini lah yang nantinya akan terus dikembangkan di Kabupaten-kabupaten yang tergabung di LTKL. Harapannya simpel, semoga kedepannya, 9 kabupaten ini bisa lebih lestari dan mandiri serta bisa menginspirasi kabupaten lain di luar LTKL untuk terus menjaga alam.


Satu pelajaran berharga yang aku dapat dari acara kemarin itu, Alam sudah menyediakan berbagai hal untuk bisa kita manfaatkan, tapi sebisa mungkin saat ingin memanfaatkannya jangan sampai merusak alam itu sendiri ya. Ini penting, agar manfaatnya bisa terus kita rasakan sampai kapanpun.

0 comments:

Posting Komentar